Payakumbuh

Kota Payakumbuh terutama pusat kotanya dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda yang dimulai sejak keterlibatan mereka dalamperang Padri, dan kemudian kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia-Belanda waktu itu.

Menurut tambo setempat, dari salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu nagari tertua yaitu nagari Aie Tabik dan pada tahun 1840Belanda membangun jembatan batu untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang. Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama Jembatan Ratapan Ibu.

Kota Payakumbuh berada pada hamparan kaki gunung Sago, dilalui oleh 3 buah sungai yang bernama Batang Agam, Batang Lampasi danBatang Sinama. Wilayah administratif kota ini dikelilingi oleh Kabupaten Lima Puluh Kota. Kota ini berada dalam jarak sekitar 30 km dari Kota Bukittinggi atau 120 km dari Kota Padang dan 188 km dari Kota Pekanbaru.

Keadaan topografi daerah kota ini terdiri dari perbukitan dengan rata-rata ketinggian 514 meter diatas permukaan laut, dan suhu rata-rata berkisar antara 26 °C serta kelembahan udara antara 45 hingga 50 %. Curah hujan per tahun sekitar 1507 mm dengan jumlah hari hujan adalah 85 hari.

Untuk penggunaan lahan di Kota Payakumbuh, sekitar 62.1 % adalah tanah kering, dengan 47.0 % merupakan usaha pertanian, 28.0% tanah bangunan dan halaman serta sisanya berupa hutan negara, dan semak belukar. Sementara penggunaan lahan untuk persawahan adalah sebesar 37.9 %.

LEMBAH HARAU

Lembah Harau terletak di Kabupaten Lima Puluh Koto, sekitar 15 kilometer dari Payakumbuh atau 47 km timur laut Bukittinggi, Sumatra Barat. Lokasi ini mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Di samping itu, perjalanan menuju jurang besar dengan diameter mencapai 400 meter ini juga menyenangkan. Selama perjalanan, Anda dapat tebing-tebing granit unik yang menjulang pada ketinggian antara 80 sampai 300 meter. Pokoknya, Anda pasti akan menemukan banyak keindahan yang memukau sepanjang jalan.

Tempat ini memang sudah lama menjadi perhatian orang. Sebuah monumen peninggalan Belanda yang terletak di kaki air terjun Sarasah Bunta menjadi bukti kalau lembah ini sudah sering dikunjungi sejak 1926. Selain keindahan alam tadi, keelokan lain masih betebaran di sekitar Lembah Harau. Di dataran tingginya, Anda bisa menemukan cagar alam dan suaka margasatwa seluas 270,5 hektare.

Di cagar alam tersebut, banyak terdapat berbagai spesies tanaman hutan hujan tropis. Daerah ini juga dilindungi sejumlah binatang langka asli Sumatra. Monyet ekor panjang, misalnya. Selain primata jenis Maccaca Fascicularis itu, bila beruntung, Anda juga bisa menyaksikan harimau Sumatra, beruang, tapir, dan landak. Memang, Lembah Harau menjadi obyek wisata andalan di Kabupaten Lima Puluh Koto.


2 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    menarik tapi sayang tidak disertai dengan gambar
    tourjogja

  1. Unknown mengatakan...:

    kenapa dinamakan jembatana ratapan ibu ya?
    kursus web jogja

Posting Komentar